Arsip untuk Januari, 2009

Google Translate

Bahasa Indonesia kini hadir dalam Google Translate. Dengan aplikasi ini kita bisa mentranslate dari dan ke bahasa ibu kita. Bahkan kita juga bisa menerjemahkan sebuah halaman web melalui layanan ini. Memang sih masih terdapat beberapa kekurangsesuaian (apakah kata ini ada di KBBI) terjemahan. Namun secara umum hasil terjemahan sudah cukup baik.

Aplikasi ini tentu akan makin memudahkan aing yang kerap (diksi yang bagus) browsing untuk mencari artikel, tutorial atau dukungan teknis di forum-forum web yang berbasis di luar negeri.

Btw kayaknya aing terlalu banyak menyertakan pranala khususnya wikipedia pada tulisan-tulisan yang dibuat, yah?

buku: Jejak Tinju Pak Kiai


Latah pengin ikut-ikutan membahas buku yang baru dibaca maka saya aing memulai dari buku ini. Oya, aing bukannya ingin mereviu buku, seperti yang banyak terdapat di blog tetangga, aing hanya ingin mencoba membahasakan apa yang aing rasakan sewaktu dan setelah membaca suatu buku.

Ini buku berisi kumpulan tulisan Cak Nun (terima kasih Tuhan, masih ada orang seperti beliau). Selain tentang Pilgub Jatim, Pasar Turi, juga ada ihwal timur tengah semisal tradisi Syiah, kerajaan Saudi yang melenggang saja ketika Irak dibombardir Pasukan Koalisi (dalam beberapa hal artikel ini relevan dengan yang sekarang terjadi di Jalur Gaza.

Buku ini diselesaikan membaca sembari merender video tutorial aplikasi manajemen pemeriksaan, yang ketika Rapat Koordinasi di Denpasar sepertinya belum sempat digabungkan antara audio dan visualnya (butuh lebih dari tiga jam hanya untuk merender video berdurasi 53 menit menggunakan Adobe Premier :(). Okay, i’m desperate, i used Windows Movie Maker now, it just about 30 minutes to do that thing, lagian juga cuma pengen ngegabungin audio sama visualnya, ga ngasih efek macem-macem di videonya.

Selain tentang hal-hal di atas, ada juga beberapa artikel yang mengikutsertakan setan, ya setan yang itu. Ada satu bagian yang mengatakan bahwa “setan bilang kepada saya: ‘Tidak ada tantangan lagi, Manusia bukan tandingan setan sama sekali. Manusia sangat mudah kami kendalikan. Sangat tidak memiliki kepegasan dan ketahanan untuk mempertahankan kemanusiaannya. Sungguh sudah tidak menarik lagi bertugas sebagai setan…‘” Nah lo?

Cak Nun selalu membawa perspektif baru bagi aing, tiap tulisannya membius dan menyadarkan.

Setiap kali membaca tulisan Cak Nun, aing selalu merasa kembali disadarkan bahwa dalam hidup ini kita mengemban tugas dari Tuhan. Apakah kita sudah sesuai dengan tujuan penciptaan kita? Apakah tangan ini telah dimanfaatkan seperti yang semestinya, apa mata sudah diberdayakan sebagaimana Tuhan inginkan? Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan semisal itu yang jawabannya “tidak”.

Centos5.2

Alhamdulillah, selesai juga membagi koneksi ADSL Telkom Speedy di kantor dengan Centos5.2.

Ceritanya gini nih, kantor saya aing (yang di Entrop, Papua, tuh) sebenernya dah punya koneksi internet, tapi lewat VPN. Nah, jaringan tu yang nyambungin kantor aing di Entrop dengan kantor pusat di Jakarta. Di Jakarta “kami” diterima oleh proxy dulu, baru diterusin ke dunia luar. Jaringan via VPN tu leletnya minta ampun, kebayang kan gimana kantor-kantor perwakilan di seluruh Indonesia kalau mau ngenet harus ngantri dulu di proxy di kantor pusat? Karena itulah akhirnya kami (lebih tepatnya bos di kantor, kami cuma membantu meracuni pikiran mereka dengan rayuan a la tukang kredit panci) memutuskan untuk berlangganan koneksi internet sama Telkom mulai awal bulan Desember 2008 kemarin.

Singkat kalam ni modem dah dipasang sama orang Telkom, artinya kami sudah bisa menikmati layanan internet langsung, ga pake proxy2an dari Jakarta lagi hehe.. Lebih kenceng emang, biasanya karena saking leletnya kami di kantor butuh waktu seharian untuk download update antivirus sebesar 30-an MB. Tapi dengan speedy cukup beberapa menit (agak lama sih, tapi pokoknya lebih kenceng dari biasanyalah).

Sekarang kami sudah punya koneksi internet dan akan membagi koneksi tersebut kepada beberapa komputer, utamanya kepada pembesar-pembesar kami karena mereka yang acc permintaan kami untuk masang Speedy. Kami punya komputer baru (kiriman dari kantor pusat) warna hitam, gede, chasing solid, pokoknya tongkrongannya “wah” lah. Ada logo jendelanya, aing pikir itu tanda bahwa dia dapet Windows OEM ternyata tulisannya bilang Design for Microsoft Windows XP, ga jadi deh bilang kalo komputernya dapet XP OEM. Inti ceritanya ni komputer dah terinstal XP di komputer. Berhubung XP tidak didesain untuk jadi server (CMIIW) sementara kami punya napsu gede untuk jadiin dia komputer server makanya kami meminta bantuan toko komputer untuk nyetingin komputer itu biar bisa, sekaligus untuk masang-masang kabel jaringan dari server ke beberapa komputer terpilih (komputer dari ras unggul) biar pada bisa menikmati “kue” koneksi internet.

Sama tukang komputernya (penjual sayur=tukang sayur, penjual komputer=tukang komputer, tukang bohong=penjual bohong?) dipasangin software-software yang bisa ngejadiin komputer item gede kami menjadi server. Ada semacam bandwidth manager, juga untuk proxynya. Sayangnya software untuk proxynya (maksudnya mungkin ni software bisa jadiin XP jadi proxy gitu, CMIIW) ternyata shareware, jadi tiap sebulan sekali habis masa pakainya.

Udah running well nih jaringan Speedy kami, semua orang senang (maksudnya semua orang yang menikmatinya hehehe) apalagi dengan jaringan ini kami bisa chating, download mp3, update antivirus, pokoknya senenglah.

Tapi ternyata ni komputer item gede suka banget ngadat, suka tiba-tiba bengong and bikin yang make ikut bengong. Jeleknya ni komputer kalo lagi bengong jadi lupa tugasnya bagi-bagi koneksi internet, walhasil cuman komputer ini aja yang bisa ngenet (menggunakan blog=ngeblog, menggunakan rem=ngerem, menggunakan internet=ngenet, ya ga sih?) yang lainnya ga bisa ikut menikmati (semacam komputer antisosial yang egois begitu). Parahnya dia ga bisa dimatiin pake tombol shutdown yang ada di pojok kanan itu. Harus pake Command Prompt atau Run trus ngetik shutdown -r -t 0 untuk merestart. Tapi lebih seringnya “terpaksa” dimatiin dengan mencet tombol power di komputernya karena komputernya menolak melakukan harakiri. Setidaknya sehari minimal dua kali aing melakukan tindakan tidak berprikomputeran begitu.

Pusing kan? Karena itu minggu kemaren aing sudah membulatkan tekad untuk mengganti komputer item gede itu dengan komputer lain, sekaligus ingin mencoba memasang Linux sebagai server. Denger-denger sih si Linux ini lebih ok kalo buat server. Kebetulan nih kemaren baru beli majalah InfoLinux and dapet DVD Centos5.2 yang katanya untuk server. Sebenernya semua distro Linux bisa sih dijadiin server tapi ada distro tertentu yang dah ditanamin software-software server semisal bandwith manager, dan semisalnya.

Itu rencana akhir pekan kemaren. Namun apa lacur (bener ga sih, diksinya), senin kemaren tiba-tiba aja server item gede itu, mogok membagikan koneksi internetnya, jadi tinggal dia sendiri yang bisa dipake ngenet. Udah direstart berkali-kali tetep aja dia gitu, bandel, keras kepala. Inget punya inget, kayaknya ni gara-gara software shareware itu deh. Okelah, kalo gitu aing uninstall aja softwarenya, setelah itu diinstall ulang. Udah dilakuin nih, prosedur uninstallnya, tapi kok setelah komputer direstart, tetep aja tu software jalan yah?? Wah, repot bener nih.. Setelah seharian pusing, aing memutuskan untuk langsung mengeksekusi Linux hari esoknya.

Tapi biar sip, malemnya mau latian dulu di rumah, jadi dari kantor bawa pulang harddisk nganggur untuk diinstall Linux di rumah.

Di rumah, langsung eksekusi DVD Centos5.2, ternyata ni bukan live CD/DVD jadi harus diinstall dulu sebelum bisa menikmatinya. Blablabla, selesailah nginstall Centos. Dengan belagunya, langsung aja nyari terminal (semacam Command Prompt di Windows) pengen ngeliat apakah kartu jaringan komputer aing udah dibaca sama si Centos. ifconfig, iwconfig (yang kedua ni perintah yang salah, kayaknya ni perintah untuk adapter jaringan wireless) aing ketik di terminal. Tapi dua-duanya kok gagal?? Coba liat file dokumentasi yang ada di DVD Centos, wah, rumit banget, ga ada yang ngejelasin tentang perintah-perintah dasar di Centos. Argghh!!!

Udahlah, sekarang beralih ke panduan dari Bapak Iwan Sofana dan Pak Onno W. Purbo (terimakasih tak terhingga untuk bapak-bapak ini) melalui buku Membangun Jaringan Komputer dan Pedoman Membangun Server Linux untuk Sekolah dan Usaha Kecil Menengah di bukunya pak Iwan memberikan CD berisi live cd Linux Mint 3 beserta panduan instalasi dan setingan biar bisa dipake internet connection sharing a la Linux.

Blablabla lagi, selesailah instalasi. Seting ini itu sedikit, siap deh dibawa ke kantor besoknya.

Dengan semangat menggebu-gebu, pagi-pagi aing dah nongkrong di server untuk nyobain si Mint ini. Nyobainnya di komputer jadul yang nemu di gudang, bukan di komputer item gede itu. Selesai masang harddisk di komputer, langsung coba nyalain deh. muncul tulisan-tulisan gede banget, intinya si Mint tidak akan didisplay dengan baik oleh komputer (mungkin masalah graphic cardnya deh. Ga bisa-bisa masuk si Mint ini, masa harus pake modus teks? Wah, modus GUI aja masih kagok, masa disuruh pake modus jadul gitu??

Pantang menang sebelum pulang (maksudnya??), aing instal ulang tuh si Mint. Nyoba Mint lewat live cd dulu, eh kok gede-gede gitu gambarnya?? Ah, udahlah, langsung nginstal ada jeh! Pas nginstal karena gede banget gambarnya, jadi window pertanyaan-pertanyaan waktu instalasi ga bisa keliatan semua, terutama bagian bawahnya. Putus asa sebentar, trus aing tekan enter aja tiap ada window baru yang muncul, bisa juga tuh (maksa banget) hehe..

Blablabla, instalasi selesai, masuk Mint, dan, Binggo! Gambarnya tetep gede-gede. Tapi yasudlah, yang penting bisa nyala nih Mint. Ikuti contekan (baca: buku) sebentar, praktek, dan gagal!! Ya, gagal, Saudara-saudara!

Bego bener sih, udah nyontek pake gagal! Ya, itulah aing. Sampai sakit perut karena maag kambuh, tapi tetep aja  ICS di Mint gagal total! Server Mint memang sukses koneksi internetnya, bisa googling, facebooking, dan segala -ing lainnya (meski tulisannya gede kayak jempol), tapi client gagal konek internet!

Eh, ternyata udah sore, waktunya pulang. Lagian juga praktek hari itu gagal total. Ugh!

Pulang sambil bawa harddisk kantor lagi, kali ini bukan cuma harddisk, tapi juga switch, kabel UTP, juga kartu jaringan.

Hasilnya, dua komputer di rumah gagal membaca dua kartu jaringan yang dipasang bersama (satu kartu jaringan yang include di motherboard dan satu yang aing bawa dari kantor). Tiga distro Linux (Centos5.2, Mint3,Ubuntu8.10) dah dicoba, hasilnya tetep aja dua kartu jaringan tidak bisa dikenali (inactive kalo versi Ubuntunya).

Ya Allah, tolong beri pencerahan… Ga mungkin kan, aing mundur gitu aja, malu sama temen-temen kantor, malu sama tetangga, malu sama sanak kandung (lebay mode_on).

Paginya di kantor aing nekad nginstal Centos5.2 (karena kemarennya Mint gagal) di komputer item gede itu dengan harapan setelah diinstal gambarnya ga gede-gede kayak komputer jadul dari gudang itu.

Blablabla (sepertinya kata ini sering muncul yah??). Instalasi selesai, nyontek panduan dari sini dan dengan sedikit improvisasi ngawur, maka pukul 21.53 (wow, baku sekali bahasanya) akhirnya client bisa menikmati ICS. Selidik punya selidik ternyata aing tidak patuh memberikan IP DNS pada komputer client padahal di buku Pak Iwan sudah dijelaskan tentang itu. Jadi, ingat Saudara-saudara, patuhlah pada tutorial atau petunjuk yang diberikan, patuhlah pada hal sekecil-kecilnya terutama bila percobaan Anda gagal melulu.

Ugh, kenapa jadi datar begini??

Hm..

Udah ah, lain kali sambung lagi (smsan tapi pulsa mau habis mode_on).

Ntar aing upload langkah-langkah koneksi internet sekaligus sharing pake Centos5.2, karena dari contekan yang aing dapet tu kurang  jelas (ga pake gambar-gambar, aing cukup bodoh untuk tidak bisa praktek bila tanpa gambar). Dan mudah-mudahan lebih pendek dan lebih menarik lagi tulisan aing.